Memelihara Bumi Menjaga Kehidupan

Thursday, April 21, 2011 0 comments

Banalitas kekerasan terhadap alam sampai detik ini masih sering terjadi, terutama karena bentuknya yang masif dan anonim. Dalam tataran wacana, pengetahuan tentang perlunya hidup sadar lingkungan sudah meluas, jauh lebih baik dari beberapa tahun yang silam. Tua-muda sudah sadar tentang gejala kerusakan alam yang tampak dari gejala pemanasan global. Tetapi, pemahaman itu, pada umumnya baru sampai pada tataran kognisi.

Dalam tataran praksis, banyak orang masih membuat opsi, yang tanpa disadarinya, berdampak cukup signifikan terhadap lingkungan. Meskipun perilaku buruknya itu skalanya hanya kecil, tetapi karena yang berbuat ada banyak dan sifatnya masif, akumulasi darinya bisa berdampak secara kualitatif. Belum lagi, sifat anonim yang kadangkala muncul secara arkaik dari masing-masing individu karena keengganan mengakui dirinya ikut terlibat dalam kerusakan alam.
Ada banyak parameter yang bisa dipakai sebagai fakta tentang perilaku buruk kita terhadap lingkungan. Menurut Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup D.I. Yogyakarta, diperkirakan sekarang ini ada 1 juta sepeda motor dan 200.000 mobil beredar di provinsi ini. Jumlah yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan sekitar 5% per tahun, menandakan adanya tegangan antara tingkat kesejahteraan ekonomi dan tingkat kesadaran lingkungan. Bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor bisa jadi menunjukkan meningkatnya tingkat ekonomi warga. Tapi, hal itu berbanding terbalik dengan kesadaran lingkungan, karena polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor berkontribusi besar dalam kerusakan lingkungan.
Selain itu, bertambahnya kebutuhan pemukiman di kota Yogyakarta juga berdampak cukup besar terhadap lingkungan. Kerapkali proses pembangunan pemukimam mengabaikan lahan hijau, sebagai bentuk kompensasi atas penggusuran lahan lawas yang biasanya berupa sawah dan hutan desa.
Meningkatnya pembangunan sektor ekonomi membawa dampak pula pada lingkungan, sebab jasa layanan iklan semakin meningkat. Hampir di sepanjang jalan, kita tidak pernah tidak menjumpai tiang-tiang billboard dari yang ukuran kecil hingga yang besar. Tanpa disadari, bukan tidak mungkin, jumlah tiang-tiang ini akan jauh lebih banyak daripada jumlah pohon yang tumbuh di sepanjang jalan tersebut. Lahan hijau dengan rimbunnya pepohonan telah mulai berubah menjadi belantara rimba tiang-tiang reklame.
Belum lagi ditambah dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang dibuat oleh orang per orang. Meskipun pelakunya individu, jika dihitung secara masif, dampak ini bisa menjadi sangat menggurita. Membuang sampah sembarangan, penggunaan listrik yang boros, penggunaan air bersih yang tidak efektif adalah beberapa perilaku buruk terhadap lingkungan.

Sejauh ini, secara kasat mata, masyarakat masih memiliki sikap yang mencerminkan prinsip antroposentrisme. Sikap ini menyatakan bahwa manusia sajalah yang mempunyai hak untuk mendayagunakan alam ini. Sementara mahluk lain hanyalah infra-human, bukan-manusia, yang tidak pantas punya hak yang sama. Dari sikap hidup semacam inilah, kerusakan dan eksploitasi terhadap alam menunjukkan wajahnya.
James Lovelock dalam teori Gaia (1979), mengatakan bahwa seluruh ciptaan yang ada di bumi ini adalah sebuah satu kesatuan yang tumbuh bersama dan saling melengkapi. Semua unsur membentuk sebuah korelasi yang saling tergantung satu sama lain. Tidak ada yang dominan. Meskipun manusia, adalah mahluk yang paling mampu, itu tidak berarti manusia menggunakan kemampuannya untuk menguasai mahluk yang lain. Justru manusia semestinya menjadi wakil dari seluruh mahluk, yang harus mengedepankan kemaslahatan semua ciptaan. Mahluk lain yang non-human, seperti hewan dan tumbuhan adalah kolega dari manusia.

Maka dari itu, penulis melihat ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan bersama untuk ke depannya. Pertama, perlunya konkretisasi penanaman nilai-nilai ekologis di dalam kurikulum pengajaran di sekolah, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Daniel Goleman (2009), kecerdasan ekologis adalah salah satu kecerdasan yang perlu dikembangkan, selain kecerdasan kognisi, emosi, dan spiritual. Pendidikan ekologis bisa dijadikan muatan di dalam pendidikan karakter, yang akhir-akhir ini semakin diwacanakan dalam pendidikan nasional. Pentingnya pendidikan ekologis ini sama pentingnya dengan penekanan pendidikan anti-korupsi.

Kedua, kebijakan publik yang berprespektif ekologis perlu ditingkatkan dan perlu disosialisasikan lebih galak lagi. Walikota Yogyakarta sudah bersusah payah mencanangkan program sego segawe. Ini adalah program yang arif lingkungan. Beberapa titik perempatan lampu merah sudah dibuat ruang tunggu bagi pesepeda. Sudah dibuat pula garis pembatas di sebelah kiri di beberapa ruas jalan, yang secara khusus diperuntukkan bagi para pengguna sepeda. Pada November 2009 telah pula dicanangkan program penanaman pohon di ruas-ruas jalan. Kebijakan-kebijakan ini adalah kebijakan yang pro-lingkungan. Tetapi, kesannya tidak semua warga tahu dan sadar tentang gerakan ini. Maka, perlu adanya sosialisasi terus-menerus, agar gerakan ini menjadi gerakan massal bersama warga Yogyakarta.
Ketiga, perlunya kerjasama antar komponen masyarakat, terutama antar pemuka agama. Masalah lingkungan dan ancaman kerusakan alam bukan saja persoalan sosiologis dan geografis. Ini menyangkut pula persoalan moral. Maka dari itu, masing-masing komponen agama diharapkan saling berkolaborasi untuk mengajak umat berimannya melihat dan menyadari alam sebagai saudara dekat kita, yang harus kita cintai dan kita rawat, karena mereka juga adalah ciptaan Tuhan yang hidup juga.
Keempat, dalam tataran mikro, marilah kita, sebagai pribadi, sungguh memperhatikan pola laku dan kebiasaan buruk yang dapat merusak lingkungan. Mulailah untuk mempergunakan listrik seperlunya, membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah organik dan non-organik, dan mulai menggunakan kendaraan bermotor seperlunya. Jika jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, lebih baik menggunakan sepeda atau jalan kaki.

Bila keempat hal ini sungguh-sungguh kita perhatikan, kelak kita akan melihat wajah hidup kita yang harmonis. Memetri bumi anjejagi gesang. Memelihara bumi itu berarti menjaga kehidupan kita sendiri. Selamat hari Bumi!

0 comments: to “ Memelihara Bumi Menjaga Kehidupan so far...